What's on your mind?

karena setiap moment sangat berarti.....

dan aku hanya ingin tersenyum ketika membaca celotehan dari moment menyenangkan yang menggelikan, ketika ingatanku sudah tergerus detik waktu ...

He has been proposed me :)

Daisypath - Personal pictureDaisypath Wedding tickers

Rabu, 23 Maret 2011

Jakarta-Matahari (panas)



Semua bergulir.
Berjalan sesuai track yang sudah di patenkan dari zaman azzali..

Mentari menyapa di pagi hari, menumpahkan pesona keindahan sejuknya alam.
Bersamaan para petani yang beriring berjalan menuju sawah untuk mencangkul nafkah.
Berharap mendapatkan sebongkah berlian dari dalam tanah berlumpur.

Ah, mustahil..
Mereka yang biasa bekerja di pertambangan saja, yang berkutat dengan kekayaan alam nan elok itu, belum tentu dapat memberi makan cacing-cacing di perut mereka, bahkan setelah seharian bergulat dengan kejamnya Jakarta..

Jakarta?
Bukankah mereka di sawah? Bukankah mereka di pelosok desa yang penuh dengan berlian dan intan permata? Pertambangan mungkin namanya..

Oh, aku tau, disebut seperti itu, karena mereka bergulat di tanah liat, lumpur, dan sawah, hanya untuk menukarkan keringat mereka untuk dinikmati oleh makhluk-makhluk kota. Jakarta mungkin namanya.

Mungkin seperti itu, mungkin juga tidak.. yang pasti, rutinitas mengeluarkan rezeki dari perut bumi, mereka lakukan untuk memasukkannya kembali ke perut berisi cacing, lalu mengeluarkannya kembali ke bumi.. dimasukan lagi, dikeluarkan lagi, seperti itu.. bergulir.. setiap pagi.. setiap hari..

(di Jakarta)
Indahnya pagi, tidak lagi terlihat menyenangkan. Bahkan sebagian makhluk Jakarta, menyumpahi dan terus berkeluh kesah ketiga pagi datang.
Banyak alasan; kurang tidur, karena baru saja pulang tengah malam dari mengais rezeki di Jakarta. Malas bertemu bos di kantor, karena makhluk itu hanya bisa memaki, berteriak, dan menuntut saja bisanya. Macet di jalan, karena setiap makhluk Jakarta mengeluarkan mesin beroda tercanggih miliknya untuk menghindari panas dari terik matahari, namun meninggalkan masalah lain, macet.

(Terik matahari membakar kulit),
Matahari tak lagi bersahaja, tak lagi hangat dan ramah, apa karena marah? Marah karena makhluk-makhluk Jakarta (khususnya) tidak lagi peduli dan menaruh kekaguman ketika melihatnya?

Jelas matahari marah, marah terhadap makhluk Jakarta.
Karena temannya mengaduh kepada matahari.
Bumi, air, udara, tumbuhan, hewan, mengaduh bahwa mereka telah tersakiti, tersakiti oleh makhluk. Makhluk di Jakarta katanya.

Matahari marah, mengeluarkan seluruh energinya, mengoptimalkan panas yang dimilikinya, dipancarkan kuat-kuat. Sebagai tanda setia kawan, kepada bumi, air, udara, tumbuhan, dan hewan..

Makhluk Jakarta, sebagian mengerti, mengerti bahwa matahari kecewa. Mengerti bahwa mereka tak seharusnya menyakiti teman-teman matahari. Sebagian sadar, sebagian meminta maaf atas khilafnya.
Namun, sebagian lagi?
Tetap tak mengerti. Masih saja berfikir untuk menghindari matahari, tak peduli dengan polusi yang dihasilkan..

Dan matahari, masih marah.
Sesekali berbaik hati, menyembunyikan diri dibalik teduhnya awan, namun kembali marah, ketika memang harus marah.

Aku juga seperti matahari.
Ingin menghangatkan, tanpa membakar kulitmu.
Menyinarimu sepanjang hari, menemanimu membuat episode demi episode kisah hidupmu..
Bersyukur jika aku, kau libatkan, ikut ke dalam skenario indahmu, atau mungkin, hanya menyebut namaku, disetiap awal kisahmu..

menghantarmu ke penghujung kisah, dengan keelokan merah jingganya diriku yang pergi perlahan di sore hari..

Tapi aku bisa panas.

Panas jika kau menyakitiku.. menyakiti hatiku..
Sungguh aku berusaha, untuk tidak melukaimu, dengan meminta awan, terus mengiringiku saat mengiringimu..

Namun aku hanyalah seperti matahari, dan kamu, makhluk, Jakarta..


@lembagaEksekutif-alone.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar